Birth Defects Integrated Center

BIDIC (Birth Defects Integrated Center)/PDTKBL (Pelayanan Deteksi Dini dan Tatalaksana Kelainan Bawaan Lahir) RSAB Harapan Kita hadir untuk menjawab panggilan pelayanan atas anak-anak yang kurang beruntung tersebut.

Pelayanan kelainan bawaan lahir di RSAB Harapan Kita diawali dari rujukan kasus-kasus Bedah Anak yang ditangani di RSAB Harapan Kita. Tatalaksana pre dan pasca operasi telah dilakukan oleh dokter spesialis Bedah Anak. dr. Eddy Mulyanto Halimun, SpB, SpBA dan dr. Ariono Arianto, Sp.BA sejak berdirinya RSAB Harapan Kita thn 1979.

Sejarah Birth Defects Integrated Center

Ide gagasan tatalaksana komprehensif baik untuk bayi-bayi kecil sebagai hasil dari program bayi tabung yang merupakan program pioneer di Indonesia untuk membantu ibu-ibu yang sangat mengharapkan anak dikembangkan oleh Prof. Dr. dr. Sudraji Sumapraja, Sp.OG(K). Beliau juga merealisasikan gagasan bagaimana membentuk suatu tim perinatologi dan PICU yang tangguh untuk mendukung bayi-bayi risiko tinggi dari hasil program bayi tabung dan pasien pasca operasi dalam rangka mengkoreksi kelainan-kelainan bawaan lahir yang tidak diharapkan pada bayi.

Era tahun 1990-an pelayanan bayi prematur dan bedah anak risiko tinggi didukung oleh back up tim perinatologi yang kemudian membentuk pelayanan intensif neonatus dengan dokter jaga yang standby selama 24 jam. Pelayanan NICU ini sekarang berkembang menjadi pelayanan Perinatologi Level IV yang didukung oleh tim bedah rekonstruksi terpadu dan koordinasi dengan PJN Harapan Kita khususnya untuk bedah koreksi kelainan jantung bawaan. Sebagai contoh, tindakan ligasi PDA dapat dilakukan secara bed side di NICU RSAB Harapan Kita.

Prestasi Kami di Birth Defects Integrated Center

Produk Layanan Unggulan BIDIC

Pusat layanan kelainan bawaan lahir dalam satu atap yang komprehensif dan terintegrasi antar bagian:

Neonatal and Pediatric Cardiology Diagnostic and Therapeutic Services

 BACKGROUND

  • An integrated service of birth defect for prevention and therapeutic management
  • Critical Congenital Heart Disease (CCHD) contribute one third of infant mortality
  • RSAB Harapan Kita as a tertiary referral hospital which responsible to manage complex diseases.
  • The National Heart Center locates next door , which has started a good collaboration managing CHD

DIAGNOSTIC & INTERVENTION FOR CHD

  • Most critical CHD need early intervention within first day of life.
  • The procedure take place as a bed-side or in the cardiac cardiac catheterization laboratory.
  • Balloon Atrial Septostomy (BAS)
  • PDA stenting
  • PDA ligation

Collaboration with Harapan Kita National Heart Center DIAGNOSTIC CARDIAC IMAGING

  • Fetal echocardiography
  • Fetal MRI
  • Neonatal echocardiography
  • Neonatal Multi Slice Computed Tomography MSCT

Those imaging modalities are a OBLIGATORY for successful intervention

Birth Defect Neonatal Surgery

 Masa Neonatus adalah masa usia bayi sampai 28 hari pertama sejak lahir. Masa ini merupakan masa yang perlu pengawasan ketat, dimana beberapa kelainan bawaan bisa di deteksi pada usia tersebut. Gejala kelainan bawaan tersebut ada yang hanya memerlukan pengobatan saja (medical) ada juga kelainan bawaan yang sampai harus memerlukan tindakan pembedahan. Beberapa kelainan bawaan yang memerlukan pembedahan tersebut ada yang harus dilakukan pembedahan pada masa neonatus (contoh : Atresia Esofagus, Hernia Diaphragma) dan ada juga yang dilakukan setelah masa neonatus (contoh : Hypospadia, labiognatopalatoschizis) Kelainan bawaan pada masa neonatus bisa meliputi berbagai organ, mulai dari otak, saluran pernafasan, jantung, saluran pencernaan, saluran urogenital, extremitas, oral, neoplasma. Contoh kelainan :

  • Otak    : Hydrocephalus, Spina Bifida, Meningo Encephalocele
  • Jantung: PDA, VSD, ASD, TOF
  • Saluran Pernafasan : Tracheomalacia, Tracheo Esofageal Fistula
  • Saluran Pencernaan : Atresia Esofagus, Atresia Duodenum, Atresia Usus Halus, Atresia Ani, Hypertropy Pyloric Stenosis, Malrotasi, Hirschsprung Disease, Hernia Diaphragmatika
  • Kelainan Dinding Abdomen : Gastroschiziz, Omphalocele
  • Saluran Urogenital : Hypospadia, Hydronephrosis
  • Extremitas : Club foot
  • Oral : Labio Gnato Palatoschizis
  • Neoplasma : Teratoma Sacrococcigeal  

Kelainan organ terbanyak memang berhubunggan dengan saluran pencernaan. Tindakan pembedahan merupakan salah satu tindakan yang dilakukan untuk memperbaiki ataupun melakukan koreksi pada kelainan yang ditemukan. Seperti disampaikan diatas bahwa tindakan pembedahan untuk koreksi ada yang harus dilakukan pada masa neonates dan ada yang dilakukan setelah masa neonates.  

Kelainan kongenital yang sering dilakukan pada masa neonatus adalah : Hernia Diaphragmatika, Gastroschizis Atresia Esofagus, Omphalocele Atresia Duodenum, Teratoma Atresia Usus Halus, Hydrocephalus Atresia Ani, Meningoencephalocele Hypertropy Puloric Stenosis, Spina Bifida, Malrotasi, PDA.

Tindakan pembedahan pada masa neonatus bukanlah hal yang mudah, memerlukan ketrampilan dan pengetahuan khusus dan pengalaman. Melibatkan beberapa disiplin ilmu selama perawatan pre dan pasca operasi, serta memerlukan sarana dan prasarana untuk menunjang perawatannya. Disiplin ilmu yang terlibat antara lain Bedah Anak, Bedah Saraf, Bedah Jantung, Orthopedi, Urologi, Kardiologi Anak, Anestesi Pediatri, dan yang paling banyak berperan adalah Spesialis Anak Konsultan Perinatologi bersama Tim Perinatologi.

Penanganan kasus kelainan kongenital pada masa neonatus dilakukan secara bersama dalam Neonatal Surgery Team yang melibatkan beberapa Spesialis sehingga penanganan kasus tersebut lebih komprehensif. Penderita kelainan kongenital akan dirawat di Ruang Perawatan Neonatus dan ditangani oleh Spesialis Anak Konsultan Perinatologi. Persiapan menjelang operasi dilakukan bersama Tim Perinatologi dan Spesialis terkait yang akan melakukan pembedahan. Pemeriksaan pre operasi dilakukan secara menyeluruh yang kadang melibatkan Kardiologi Anak, Genetika Klinik ataupun Spesialis lain. Perawatan pasca operasi pun dilakukan secara bersama antara Tim Perinatologi dan Spesialis Bedah nya. Tindakan operasi pada neonatus memerlukan sarana yang menunjang selama dan pasca pembedahan, seperti selimut pemanas, mesin anestesi yang bisa untuk neonatus, peralatan operasi khusus untuk neonatus dan tentunya dilakukan tindakan anestesi oleh Spesialis Anestesi yang trampil untuk tindakan anestesi pada neonatus. Sehingga hal ini yang menyebabkan tidak semua Rumah Sakit bisa melakukan tindakan operasi pada kasus neonatus.

Perlu menjadi perhatian bahwa penanganan kelainan kongenital yang memerlukan pembedahan pada masa neonatus bukanlah hal yang mudah, dan memerlukan kerjasama beberapa Spesialis serta ditunjang oleh sarana dan prasaran yang memadai sehinga memungkinkan untuk melakukan operasi pada kasus tersebut.  

Kerjasama Tim menjadi kunci keberhasilan penangnanan kasus kelainan kongenital pada masa neonatus.

Klinik CLP (Cleft Lip and Palate) / Program SEHATI (Senyum Sehat Anak Indonesia)

RSAB Harapan Kita sejak tahun 1995 membuka program unggulan Klinik Celah Bibir dan Langit langit “SEHATI” (Senyum Sehat Anak Indonesia) untuk melakukan pelayanan kesehatan terpadu dan menyeluruh terhadap kasus celah bibir dan langit-langit. Hal itu dilakukan untuk memperoleh hasil yang optimal dalam penanganan kasus kelainan bawaan ini. Klinik Celah Bibir dan Langit langit “SEHATI” memberikan penanganan dari berbagai spesialis untuk melakukan rehabilitasi anak dengan cacat celah bibir dan/langit-langit. Kompleksitas penanganan penderita celah bibir dan/langit-langit ditangani oleh suatu tim yang terdiri dari berbagai spesialis untuk memperoleh hasil diagnosis dan rencana perawatan yang lebih lengkap. Hal itu dimungkinkan karena pelayanan kesehatan terpadu akan memberikan informasi yang lebih lengkap dibanding dengan satu orang spesialis dengan hanya satu perspektif saja. Klinik Celah Bibir dan Langit langit “SEHATI” sudah berjalan selama 20 tahun. Dalam perjalanannya program ini telah menangani 3421 pasien termasuk 87% kasus primer dan 13% kasus sekunder. Dengan jumlah pasien yang meningkat tiap tahunnya (grafik 1). Rata rata pasien operasi 150 pasien per tahun sesuai dengan timing treatment protocol.

CLP01

Grafik 1. Jumlah Pasien Program “SEHATI” Tahun 1995-2012

Prevalensi kasus celah bibir dan langit langit sesuai dengan literatur yang ada dengan kasus CLP (cleft lip and palate) yang paling banyak diikuti CP (cleft palate) (grafik 2).

CLP02

Grafik 2. Sebaran Jumlah Pasien Program “SEHATI” Berdasarkan Tipe Celah

Kelainan kongenital seperti celah bibir dan langit-langit harus ditangani secara interdisiplin, agar mendapatkan diagnosis, terapi dan prognosis yang tepat. Hal ini sangat penting untuk memperoleh hasil perawatan yang optimal.  Pendekatan penanganan celah bibir dan langit-langit perlu dilakukan secara terpadu dengan mempertimbangkan berbagai pendapat dari beberapa disiplin ilmu dalam bentuk rencana perawatan yang menyeluruh dari kunjungan pertama sampai dewasa (lebih kurang 18 tahun). Penatalaksanaan penderita kelainan kongenital sangat ditentukan oleh diagnosis dan prognosisnya, sehingga suatu tindakan yang berlebihan dan sia-sia dapat dihindari (Kamil,1996). Anak dengan kelainan bawaan celah bibir dan langit-langit bila menerima perawatan di bawah standar yang seharusnya, maka akan timbul masalah lain yang terkait di masa depan. Perawatan di bawah standar tersebut disebabkan oleh kesalahan diagnosis, kegagalan dan mengenal dan merawat seluruh aspek masalah kesehatan yang berhubungan dengan kelainan bawaan ini, waktu perawatan yang tidak sesuai dan tidak perlu, serta prosedur yang tidak baik dan tidak tepat. Sudah dapat dipastikan bahwa seorang anak dengan cacat celah bibir dan langit-langit akan menghadapi sejumlah masalah kesehatan yang saling terkait, karena cacat ini dapat mempengaruhi dan menimbulkan gangguan pada wajah, rongga mulut dan suara. Dengan demikian dibutuhkan penanganan oleh berbagai spesialis untuk melakukan rehabilitasinya. Untuk memperoleh hasil perawatan yang sesuai dengan standar, maka penanganan cacat celah bibir dan langit-langit harus dilakukan secara terpadu dengan perawatan yang bersifat komprehensif oleh suatu tim yang terdiri dari berbagai spesialis dari ilmu kedokteran, kedokteran gigi dan profesi penunjang lainnya yang telah mendapat pendidikan, latihan atau pun pengalaman di bidang ini (Kamil,1996).

Klinik celah bibir dan langit langit “SEHATI” didukung oleh berbagai disiplin ilmu dalam memberikan pelayanan yang terpadu dan menyeluruh, terdiri dari:

  • Dokter Anak
  • Dokter Bedah Mulut
  • Psikolog
  • Terapis Wicara
  • Orthodontis

Pelayanan kesehatan yang diberikan dari pasien lahir hingga selesai masa tumbuh kembang (18 tahun) meliputi:

  • Konseling psikologis baik dari pra natal hingga persiapan anak sebelum sekolah
  • Edukasi feeding
  • Penanganan bedah kasus celah bibir dan langit langit
  • Terapi wicara
  • Evaluasi tumbuh kembang rahang

Adapun treatment protocol penanganan bedah untuk kasus cela bibir dan langit langit sebagai berikut:

CLP03\

Gambar 1. Treatment protocol

Penanganan bedah kasus celah bibir dan langit langit di Klinik Celah Bibir dan Langit langit “SEHATI” berbeda dengan treatment protocol di tempat lain baik dari segi teknik operasi dan pelayanan pasca operasi. Kami menggunakan teknik Cronin dalam melakukan labioplasti (gambar 1). Dalam teknik ini kami melakukan muscle management untuk rekonstruksi otot dan mendukung fungsi bicara (gambar2). Untuk tindakan labioplasti pasien rawat inap sampai buka jahitan H+5 dengan perawatan pasca operasi dan evaluasi luka operasi kami lakukan setiap hari. Hal ini untuk mendapatkan hasil operasi yang baik. Saat buka jahitan pasien diberikan sedasi ringan dengan tujuan meminimalkan trauma pada anak dan hasil yang baik.

CLP04

Gambar 2. Labioplasty teknik Cronin

CLP05

Gambar 3. Muscle Management

Tindakan palatoplasti dilakukan pada usia 1,5 tahun dengan pertimbangan saat anak mulai bicara. Hal ini untuk menghindari intervensi pada maksila yang terlalu dini yang dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan maksila. Dilanjutkan dengan perawatan terapi wicara 1 bulan pasca operasi. Teknik untuk palatoplasti adalah push back yang bertujuan tidak hanya menutup celah langit langit tetapi juga untuk memundurkan langit langit jaringan lunak ke belakang sehingga tercapai vellopharyngeal compatance. Fungsi bicara pasien di evaluasi tiap tahun, saat usia anak 4 tahun bila terdapat gangguan maka direncanakan intervensi untuk gangguan bicara.

CLP06

Gambar 4. Riwayat Perjalanan Penyakit

Genetics Laboratories

 Birth defects/genetic conditions dapat menimbulkan masalah fisik maupun fungsi pada individu Masalah dapat terlihat sebelum lahir melalui pemeriksaan prenatal, beberapa sudah terlihat jelas pada saat dilahirkan dan beberapa baru menimbulkan kelainan yang signifikan tidak lama setelah bayi lahir Birth defects/genetic conditions dapat disebabkan karena:

  • Cytogenetic abnormality
  • Molecular abnormality
  • Biochemical abnormality
  • Multifactorial abnormality

RSAB Harapan Kita telah memiliki sarana pemeriksaan sitogenetik untuk cacat dan kelainan bawaan lahir baik prenatal dan post natal Tetapi sebagian besar kelainan bawaan, mental retardasi dan kelainan genetik lainnya disebabkan oleh abnormalitas molekuler dan biokimiawi ; yang tidak dapat dideteksi oleh pemeriksaan sitogenetik Karenanya, laboratorium genetika molekuler diharapkan dapat mendeteksi lebih banyak kelainan genetik dan cacat bawaan yang ada.

Selengkapnya KLIK DISINI

Center for Children with Special Needs

 Birth defects can be defined as structural or functional abnormalities, including metabolic disorders, which are present from birth. Congenital abnormalities of serious birth can be life-threatening or have the potential to cause life-long disabilities (Christianson RE et al, 1981;. WHO, 2000).

RECOMMENDATION

  1. Children and young adulthood should receive appropriate high quality, evidence-based rehabilitation care, developed through clinical governance and delivered by staff who have the right set of skills.
  2. Children, young adulthood and their parents should be given support and information to enable them to understand and cope with the disabilities, and the treatment needed. They (parents/patients and caregiver) should be encouraged to be active partners in decisions about their health and care, and, the treatment goal that are readily accessible meet their needs. A key is partnership between patients and professionals. This concept can and must extend to children and young people. Children have a right to be involved in decisions about their care (UN Convention for the Rights of the Child, Article 12). Communication must be at a level, and by means, best suited to the child’s stage of development and degree of understanding. It must also be culturally appropriate. (Their voice should also be heard in the design of services – but this is currently rare depends on their cognitive/intellectual function)
  3. Child/patient-Centred Services-well coordinate. The child exists in a context – family, school, friends, local community (social services) – within age and cognitive/intellectual-appropriate which it is essential to understand if advice, treatment and care given are to be optimal and if important messages, for example, about convalescence, continuation of treatment, or future prevention, are to be conveyed. Ensure that children about whom there are child protection concerns after discharged from hospital until there is a plan in place to ensure their needs. Education is vital, and it must be recognised that the child’s time is valuable. Schooling missed through disorganized scheduling of hospital appointments or delayed treatment can severely disrupt education. Prolonged periods out of school or college can also impact on social functioning, and undermine friendships.

STRATEGIC AGENDA

Strategic Priorities

Main Focus Area

Rehabilitation based approach

Infancy &
early childhood

Youth & young
adulthood

Adulthood

STRATEGIC PRIORITY 1:
Monitoring programs and registries provide researchers with basic information about rates of any caused of birth defects (will help identify trends, has potential to help uncover the causes of these conditions and prevent future cases)
Surveillance on the
prevalence of birth
defects  and
developmental delayed
(disabilities)
  
  • By using population-based surveillance of birth defects and developmental disabilities
  • Outcome in rehabilitation preeminently concerns a person’s activities and participation in life situation. The WHO ICF International Classification of Functioning, Disability and Health was endorsed to provides a common framework for terminology, rehabilitation care policy and focus for research. The ICF provides a detailed list of codes to describe the integrity of body functions and structures, the ability and performance of activities of daily life, and the scope of individual social participation. Moreover, the framework can serve understand the interactive relationship between health conditions and personal and contextual factors.
STRATEGIC PRIORITY 2:
Promote and stregthen comprehensive rehabilitation  management (recognizes disabilities but emphasizes possibilities) to prevent and control disabling disease
Early identification
Developmentally Delayed

Long-term follow up for longer time outcome of children with disability (e.g., survival, health
care utilization, special education services àTransition planning (begins at age 5) which the child ready to lead a rewarding life as student (IEP Transational Plan)

At age 16, planning will begin for how the child will transition from school into the community. The goal is the child to become as independent as possible.
  • There are many practical guide to the many simple things that can be done to help children with disability grow and develop in the best possible way. Addressed to the mid-level rehabilitation worker, the manual describes training activities, to be performed with the assistance of family members, that promote the child’s mobility, self-care, and independence.
  • Many rehabilitation interventions that are provided for children and families are believed to improve daily function, but there is often little evidence of their effectiveness. Many authors purport that it is deficiencies in measurement that have impeded both scientific research and clinical practice in rehabilitation.
  • GAS (Goal Attainment Scale)has been used since the nineties in several outcome studies in pediatric rehabilitation
STRATEGIC PRIORITY 3:
Promote public health approaches (individual and population based approach)
prevention and control of  disabling disease
  • Health promotion and inclusion of people with disabilities
  • Develop, evaluate and disseminate programs and strategies aimed at optimizing the quality of life for individuals with birth defects and developmental disabilities.

 

CTEV Diagnostic and Therapeutic Services

 Klinik Orthopaedi RSAB Harapan kita telah dikenal secara luas oleh masyarakat Indonesia dikarenakan penanganan yang cepat, akurat dan inofatif untuk memecah kan masalah orthopaedi baik yang mudah ataupun sulit terutama dibidang Orthopaedi Pediatrik ( Bedah Tulang Anak-anak).

Klinik Orthopaedi RSAB Harapan Kita memberikan layanan yang bersifat holistic dan bekerjasama dengan para ahli dibidang lain sehingga program kami meliputi preventif, kuratif dan rehabilitatif.

Kami melakukakan deteksi dan terapi sedini mungkin terhadap anak – anak yang mengalami kelainan kongenital muskuloskeletal sehingga anak – anak indonesia bisa tumbuh menjadi manusia yang sehat dan kuat.

Kasus yang paling sering kami tangani di klinik Orthopaedi RSAB adalah CTEV (Congenital Talipes Equino Varus) atau masyarakat indonesia mengenalnya dengan kaki pengkor. Kami melakukan deteksi sejak dini dan diterapi secara berkelanjutan sampai pasien berusia 3 – 4 tahun, bekerja sama dengan rekan – rekan di rehabilitasi medik. Karena semakin dini penyakit ini diterapi maka akan memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan bila diterapi pada kasus – kasus yang sudah terlambat. Program – program klinik ctev antara lain :

1. Screening awal pada saat bayi baru dilahirkan
2. Bila hanya postural deformity, pasien hanya dilakukan tindakan streching dan di observasi sampai usia 1bulan
3. Bila pasien ctev : – usia 7 hari dipasang serial ponseti casting ± 4-6 x,diganti tiap minggu
bidicorto1
4. Dilanjutkan dengan Achiles Tendon Tenotomy
bidicorto2
5.Dilanjutkan dengan pemasangan sepatu khusus sampai pasien usia 3 – 4 tahun.

 bidicorto3

Contoh kasus pasien CTEV bilateral yang telah dilakukan tindakan serial ponseti casting

bidicorto4

Klinik Hipospadia / Klinik Hidronefrosis Anak RSAB Harapan Kita

Hipospadia

Hipospadia merupakan kelainan yang cukup sering ditemukan dan dapat menimbulkan gangguan psikologis serta fungsi organ pada pasien. Hipospadia merupakan kelainan kongenital dengan insiden 1:300 kelahiran bayi laki-laki, sehingga menjadi salah satu kelainan kongenital yang cukup sering ditemukan. Kasus hipospadia di RSAB Harapan Kita meningkat jumlahnya terutama mulai tahun 2015, dapat mencapai 50 kasus pertahun. Derajat hipospadia sangat bervariasi, mulai dari yang tipe ringan hingga tipe yang berat disertai kelainan genitalia lain. Hipospadia ditangani secara bedah, dimana angka keberhasilan operasi satu tahap mencapai 90%.

bidicuro1

Grafik 1. Jumlah Pasien Hipospadia tahun 2011-2015

Penelitian retrospektif dilakukan pada Divisi Bedah Rumah Sakit Anak dan Bunda (RSAB) Harapan Kita dari Januari 2011 hingga Desember 2015. Sebanyak 124 pasien dengan hipospadia menjalani operasi dalam periode 2011 hingga 2015, yang terdiri dari 117 (94,4%) kasus baru dan 7 (5,6%) pasien sebagai kasus sekunder, kasus rujukan yang telah menjalani operasi di rumah sakit lain sebelumnya. Dari tahun ke tahun, jumlah kasus yang ditangani menunjukkan kecenderungan peningkatan, dengan kasus terbanyak pada tahun 2015 sebanyak 57 kasus (Grafik 1). Rentang usia pasien saat operasi antara 1-17 tahun dengan rerata 5,2 ± 3,6 tahun. Sebanyak 7 (5,6%) pasien menjalani operasi pada usia dibawah 2 tahun, 79 (63,7%) pasien menjalani operasi saat usia prasekolah 2-6 tahun, dan sisanya 38 (30,6%) pasien diatas usia 6 tahun.

bidicuro2

Grafik 2. Proporsi tipe Hipospadia dan Proporsi tahapan operasi Hipospadia

Hipospadia golongan proksimal merupakan kasus terbanyak (50,8%), diikuti mid penile (37,1%) dan anterior (12,1%) (Grafik 1), dengan rincian hipospadia tipe penoskrotal menjadi kasus terbanyak dengan 45 (36,3%) pasien, diikuti oleh tipe mid shaft 36 (29%) pasien dan skrotal 15 (12,1%) pasien (Tabel 2). Prosedur rekonstruksi paling banyak dilakukan dengan “operasi satu tahap” sebanyak 113 (91,1%) pasien dibanding “operasi dua tahap” dengan hanya 11 (8,9%) pasien.

Tujuan dari rekonstruksi hipospadia adalah bentuk penis yang secara anatomi, kosmetik dan fungsi normal. Pemilihan prosedur tindakan diambil akan didasarkan pada tipe hipospadia (lokasi meatus). Penanganan hipospadia di RSAB Harapan Kita adalah operasi rekonstruksi yang menggunakan operasi satu tahap sebagai pilihan utama dan memberikan angka keberhasilan yang cukup baik sehingga menguntungkan bagi pasien. Setelah penanganan secara bedah, hipospadia dilakukan follow up secara rutin yaitu dengan cek pancaran kencing dan uretroskopi. Hal ini untuk deteksi dini terjadinya stenosis neouretra pada pasien pasca operasi hipospadia.

Hidronefrosis Anak

Hidronefrosis anak merupakan kelainan bawaan lahir pada ginjal yang dapat bersifat fungsional atau akibat sumbatan. Hidronefrosis anak paling sering dideteksi melalui ultrasonografi, bahkan sudah dapat dideteksi melalui ultrasonografi dalam kehamilan. Keluhan dapat berupa infeksi berulang, massa perut yang makin membesar, berkemih menetes, sulit berkemih hingga harus mengedan. Penyebab hidronefrosis anak dapat berupa sumbatan di ureteropelvic junction (Pelvicoureteral Junction Obstruction/PUJO), sumbatan di ureterovesical junction (stenosis Ureterovesica Junction/UVJ, ureterokel), vesikoureteral refluks (VUR), neurogenic bladder, sumbatan akibat katup di uretra posterior (Posterior Urethral Valve/PUV). Hidronefrosis anak bila tidak ditangani dengan benar dapat berakibat kerusakan fungsi ginjal. Penanganan hidronefrosis anak dapat berupa konservatif, kateter uretra, nefrostomi perkutan, operasi endoskopi urologi, atau operasi rekonstruksi.

Penanganan hidronefrosis anak di RSAB Harapan Kita dilakukan oleh tim yang terdiri dari nefrologi anak dan urologi anak. Dengan deteksi dini dan penanganan yang tepat, kerusakan ginjal lebih lanjut pada anak dapat dicegah.

Pediatric Neurosurgery Services

 A. Cranial

  • Hydrocephalus and its variants
  • Dandy walker syndrome or variant
  • Chiari malformation
  • Cranial neural tube defect : Open or close meningoencephalocelle (anterior, posterior, or superior)
  • Craniosynostosis : syndromic (Crouzon syndrome, Apert syndrome) and non syndromic

B. Spinal Neural Tube Defect (with or without tethered cord)

  • Open spina bifida, rupture or non-rupture : meningocelle, mielomeningocelle, lipomielomeningocelle, and its variant –
  • Close spina bifida : hair, skin dimple, skin retraction.

Hydrocephalus and its variants
– Clinical signs and symptoms :
o Macrocephal (head circumference more than 2 standard deviation based on head circumference curve)
o Sunset eye appearance
o Venectation
o Frontal bossing
o Translumination
– Screening and diagnostic imaging : fetal USG or transfontanelle USG.
For surgery planning : cerebral CT Scan or MRI with or without contrast (based on patient history, case by case)
– Treatment :
o Surgery
 Ventriculoperitoneal shunt
 Ventriculoatrial shunt
 Endoscopic third ventriculostomy (ETV)
 Dandy Walker Syndrome or Variant
– Clinical signs and symptoms :
o Macrocephal (head circumference more than 2 standard deviation based on head circumference curve)
o Sunset eye appearance
o Venectation
o Frontal bossing
o Translumination
– Screening and diagnostic imaging : fetal USG or transfontanelle USG.
For surgery planning : cerebral MRI with contrast (to evaluate relationship between ventricle and posterior cyst)
– Treatment :
o Surgery
 Ventriculoperitoneal shunt
 Ventriculo-cyst peritoneal shunt per endoscopy

Chiari Malformation
Type (based on MRI imaging) :
1. Herniated of cerebellar tonsil more than 5mm below foramen magnum
2. Herniated of cerebellar tonsil with spina bifida
3. Herniated cerebellar tonsil assosiated with encephalocelle
4. Herniated cerebellar tonsil assosiated with cerebellar hypoplasia (non compatible with life)
Only type 1 and 2 were indicated to perform surgery

– Clinical signs and symptoms :
o Hydrocephalus
 Macrocephal (head circumference more than 2 standard deviation based on head circumference curve)
 Sunset eye appearance
 Venectation
 Frontal bossing
 Translumination
o Tethered cord
 Lump in the midline at the back
 Weakness of elower extremity
 Retensio or overflow urine incontinence. Can become a lower urinary tract infection, hydronephrosis or kidney failure
o Lower cranial nerve palsy
 Difficulty to swallow or breath
– Screening and diagnostic imaging : fetal USG or transfontanelle USG.
For surgery planning : cerebral MRI with or without contrast (case by case)
– Treatment :
o Surgery
 Type 1 : foramen magnum decompression
 Type 2 : release of tethered cord (with microscope)

Cranial Neural Tube Defect : Rupture or Non-rupture
 Clinical signs and symptoms :
o Lump in forehead, tip of nose, or posterior neck, at the midline since birth. Become bigger if crying
o Anterior celle : hipertelorisme, hiperlacrimation
o Assosiated with hydrocephalus (macrocephal) or craniosynostosis (microcephal)
 Screening and diagnostic imaging :
o Pre and post natal USG
o Cerebral CT Scan (bone and brain scan, 3D scan if possible)
 Treatment :
o Surgery
 Celle extirpation and close the defect
 If there’s hydrocephalus, shunt first
o Timing :
 Non rupture : before school age, after completelly rule of ten
 Rupture : emergency (cito!)

Craniosynostosis : syndromic (Crouzon syndrome, Apert syndrome) and non syndromic
 Clinical signs and symptoms :
o Deformity of head (tower head, boat-shape head, clover leaf head)
o Exopthalmus
o Microcephaly with sign of intracranial pressure : bulging fontanelle, scalp vein dilatation (venectation)
o Midfacial synostosis
o Syndactily in Apert syndrome
 Screening and diagnostic imaging :
o Skull x-ray (impressio digitatae)
o Cerebral CT Scan with 3D : impressio digitatae, hydrocephalus
 Treatment :
o Decompression
 Suturectomy
 Bone strip craniectomy
 Frontoorbital advancement
o Some of cases need plastic surgeons team

Open spina bifida, rupture or non-ruptur : meningocelle, mielomeningocelle, lipomielomeningocelle, and its variant
Open spina bifida :
 Clinical signs and symptoms :
o Lump in the midline along the spine since birth, maybe become bigger and tense while crying
o Tethered cord :
 Weakness of extremity (depend on location)
 Retensio or overflow urine and fecal incontinence, maybe come with lower urinary tract infection, hydronephrosis or kidney failure
o Assosiated with : hydrocephalus, chiari malformation, congenital talipes equino varus (CTEV)
 Diagnostic imaging :
o Cerebral CT scan : to evaluate any hydrocephalus
o Spinal MRI without contrast (depend on location) with sagital fat supression (SFS)
 Treatment :
 Release tethered cord
 Reconstruction
 If there’s hydrocephalus : shunt first
 Timing of surgery :
o If rupture : emergency (cito!)
o If tethered cord : as soon as possible
o If there’s no rupture and no sign of tethered cord : after 3 months

Close Spina Bifida :
 Clinical signs and symptoms :
o No symptoms untill tethered cord
o Skin marker : hair, skin dimple, skin retraction
 Diagnostic imaging :
o Spine x-ray (based on location)
o Spinal MRI without contrast (if indicated)
 Treatment : surgery if there’s any signs and symptoms of tethered cord

Education
There’s a coorporation between Neurosurgery Division. Harapan Kita Women and Children Hospital with Department of Neurosurgery Faculty of Medicine, Universitas Indonesia in neurosurgery residency education program for pediatric neurosurgical cases.

Research
Untill now, there’s neither research nor publication in pediatric neurosurgical cases in Harapan Kita Women and Children Hospital.

Pelayanan Anestesia Obstetrik, Fetalsurgery, Neonatus dan Pediatrik   Sejak tiga dekade yang lalu, kurang lebih sejak 1980-an, pelayanan anestesia di dunia mengalami perkembangan yang pesat seiring dengan kemajuan yang cepat serta eksplorasi yang luas di berbagai bidang pembedahan. Tahun 80-an merupakan waktu lahir dan berkembangnya Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita, yang memberikan pelayanan kesehatan wanita, perinatal dan anak, termasuk pembedahan. Seiring dengan perkembangan dalam tiga dekade tersebut, saat ini tim anestesia dan intensive care Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita, telah melakukan pelayanan anestesia yang meliputi:

  1. Anestesia pada neonatus
  2. Anestesia pada pediatrik
  3. Anestesia pada pasien obstetrik dan ginekologi
  4. Anestesia pada tindakan fetoskopi
  5. Perawatan perioperatif pasien dengan resiko tinggi

Pelayanan anestesia ini tentunya dapat diberikan dengan baik, dengan adanya dukungan dari tersedianya peralatan, mesin, monitor dan obat-obatan anestesia, juga tersedianya unit intesive care baik dewasa, anak maupun neonatus yang terpadu. Hal terpenting yang menjadi fokus perhatian dalam pelayanan anestesia untuk pembedahan adalah kerjasama berbagai Spesialis dan unit terkait, serta ditunjang oleh sarana dan prasarana yang memadai sehinga memungkinkan untuk melakukan operasi pada kasus tersebut.   Kerjasama Tim menjadi kunci keberhasilan penanganan kasus kelainan kongenital.

 LATAR BELAKANG

Masalah psikologis yang mungkin terjadi pada kasus kelainan bawaan lahir :
1. Perubahan emosi pada orang tua dan keluarga (stress, depresi, psikotik)
2. Perubahan dinamika keluarga (konflik pasangan, keluarga besar, relasi dengan anak lainnya)
3. Penurunan keberfungsian dalam aktivitas sehari-hari (masalah dalam kerja, merawat diri)
4. Masalah pola asuh (neglect, overprotektif,tuntutan yang tidak realistis)
5. Gangguan perkembangan anak (aspek kognisi, emosi, psikomotor, psikososial)

Faktor yang dapat mempengaruhi munculnya masalah psikologis

Pada Orangtua

  • Karakteristik Orangtua (Kepribadian dan Kecerdasan)
  • Aspek Penerimaan Pranatal dan Post natal
  • Aspek Psikososial (Keluarga besar, Pekerjaan, Finansial, Support system lainnya)

Pada Anak

  • Kondisi dan Prognosis Anak
  • Pola Asuh
  • Stimulasi

Peran Psikolog pada kasus kelainan bawaan lahir

  1. Evaluasi tentang faktor resiko dan daya tahan terhadap stress
  2. Dampingan psikologis orangtua pada masa prenatal dan postnatal
  3. Dampingan pada keluarga
  4. Evaluasi perkembangan psikomotor anak
  5. Psikoedukasi dan arahan stimulasi
  6. Pemantauan selanjutnya dalam permasalahan psikologis anak dan orangtua (evaluasi terkait sekolah, masalah emosi dan sosialisasi, pubertas)

PERAN PERAWAT PADA KELAINAN BAWAAN LAHIR DI RSAB HARAPAN KITA

RSAB Harapan Kita sejak tahun 2015 memberikan pelayanan deteksi dini dan tatalaksana komprehensif kelainan bawaan lahir semenjak anak dalam kandungan sampai anak berusia 18 tahun yang dikenal dengan Bird Defect Integrated Center (BIDIC). Sebagai rumah sakit rujukan tersier menerima rujukan khususnya kelainan bawaan yang berat. Profesional pemberi asuhan seperti dokter, perawat, dan tenaga kesehatan lain bekerja sama untuk mencegah, mendeteksi sedini mungkin dan mengatasi kelainan bawaan lahir sejak pra konsepsi sampai bayi lahir. Secara bertahap peran perawat semakin berkembang dengan memahami dan melaksanakan karakteristik perawat profesional, perkembangan Iptek dan tuntutan masyarakat. Perawat dalam melaksanakan pelayanan kesehatan berperan sebagai penyelenggara praktik keperawatan, pemberi asuhan keperawatan, penyuluh dan konselor bagi pasien, pengelola pelayanan keperawatan, dan peneliti keperawatan (UU Keperawatan no 38 tahun 2014). Perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan selama 24 jam mempunyai peranan penting untuk melakukan pengkajian/ deteksi dini kelainan bawaan bayi baru lahir dan mengatasi kegawatan yang dapat ditimbulkannya. Asuhan keperawatan dengan pendekatan proses keperawatan dari mulai pengkajian, menegakan diagnosa keperawatan, perencanaan tindakan, melakukan tindakan, dan melakukan evaluasi. Bayi yang lahir dengan kelainan bawaan dapat mengalami kegawatan seperti distres pernafasan memerlukan ruang perawatan Neonatal Intensif Care Unit (NICU) dengan alat-alat bantu pernafasan dan alat-alat monitor tanda-tanda vital lengkap dengan teknologi tinggi. Perawat yang memberi asuhan keperawatan sudah mendapatkan pelatihan NICU, kompeten dan telah memiliki kewenangan klinis. Peran dalam pemberian asuhan keperawatan, sebagai perawat dapat bekerja sama dengan teman sejawat, dokter dan tenaga kesehatan lainnya. Asuhan keperawatan ditunjukan dengan kesungguhan, empati, dan tanggung jawab terhadap tugas. Pelayanan di ruang NICU yang tidak memungkinkan orang tua untuk terus berada disamping bayinya dan kelainan bawaan bayinya dapat menimbulkan kecemasan. Masalah lain yang mungkin timbul pada bayi dengan kelainan bawaan perubahan gambaran tubuh (body image), mungkin orang tua merasa malu dengan kondisi fisik anaknya. Perawat perlu mengantisipasi kondisi seperti ini dengan melakukan komunikasi yang efektif dengan orang tua dan keluarganya. Ciptakan suasana yang nyaman dalam berinteraksi dengan memperhatikan prinsip etik keperawatan. Mendengarkan dan empati dengan kondisi pasien merupakan perilaku perawat yang dapat membantu mengurangi kecemasan keluarga. Memberikan waktu kepada orang tua untuk memberi sentuhan, memberikan ASI, dan mengajak bayi untuk berbicara merupakan hal yang penting untuk meningkatkan hubungan Ibu dan bayi (Bonding Attachment). Beberapa kelainan bawaan bayi baru lahir dapat menimbulkan kecacatan jangka panjang seperti bibir sumbing dan atresia ani. Perawat dalam hal ini dapat berperan sebagai pendidik dan konselor agar orang tua mampu mandiri dalam merawat bayi dengan kondisi tidak normal di rumah. Perawat diharapkan mempunyai pengetahuan dan keterampilan tentang perawatan yang dibutuhkan orang tua/ keluarga di rumah. Home care dan home visit menjadi sangat penting untuk membimbing orang tua/ keluarga bisa trampil dalam merawat anaknya di rumah. Perawatan yang berfokus pada keluarga yang akhirnya bertujuan menjadi rekan kerja antara perawat dan keluarga sehingga kualitas asuhan keperawatan berkesinambungan. Komunikasi elektronik seperti telpon dan media komunikasi elektronik lain juga dapat dimanfaatkan untuk membantu dalam edukasi dan menangani keluhan pasien/ keluarga. Pengembangan pelayanan keperawatan yang paling efektif berdasarkan hasil temuan-temuan ilmiah yang dapat diuji kebenarannya/ evidance base practice. Seperti dampak hospitalisasi dan berpisahnya bayi dengan orang tua serta efek jangka panjangnya dapat dijadikan fenomena untuk penelitian keperawatan. Bayi yang dirawat dengan kelainan bawaan bisa dilakukan tindakan infasif seperti pengambilan darah, pemasangan infus yang dapat berakibat nyeri pada bayi. Bayi yang mengalami nyeri dan akibatnya jangka panjang juga merupakan fenomena yang perlu diteliti yang hasilnya dapat menjadi dasar dalam pemberian asuhan keperawatan di RSAB Harapan Kita. Beberapa penelitian di luar negeri tentang hospitalisasi telah dilakukan tetapi sebaiknya diadaptasi sesuai kondisi budaya, agama dan nilai di Indonesia. Peran perawat tersebut dikendalikan dengan manajemen keperawatan di rumah sakit. Metode asuhan keperawatan yang berpotensi untuk meningkatkan kepuasan pasien dan perawat yaitu metode keperawatan primer (Primary Nursing). Manfaat metode tersebut juga dapat meningkatkan kepatuhan perawat terhadap standar, penurunan angka infeksi nasokomial, dan penurunan hari rawat (length of stay). Tujuan asuhan keperawatan yang bermutu, kontinuitas, komprehensif dan dapat dipertanggung jawabkan.

Lilis Rayatin, S.Kp, M.Kep

Ka Sub Komite Kredensial Komite Keperawatan RSAB Harapan Kita

REFERENSI

  • Basford L & Slevin O, (2006). Teori & Praktik Keperawatan (Pendekatan Integral pada Asuhan Pasien). Jakarta: EGC
  • Direktorat Bina Pelayanan Keperawatan, (2008). Standar Pelayanan Keperawatan Neonatus Di Sarana Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan
  • Dirjen Bina Upaya Kesehatan, (2015). Standar Diagnosis Dan Intervensi Keperawatan Di Rumah Sakit. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI
  • Kementerian Kesehatan, (2011). Pelayanan Kesehatan Neonatal Esensial. Jakarta: Kementerian Kesehatan Nursalam, (2012). Manajemen Keperawatan (Aplikasi dalam Praktik Keperawatan Profesional. Jakarta: Salemba Medika PMK RI nomor 10 tahun 2015 Tentang Standar Pelayanan Keperawatan di Rumah Sakit
  • Sitorus R & Panjaitan R, (2011). Manajemen Keperawatan (Manajemen Keperawatan di Ruang Rawat). Jakarta: Sagung Seto
  • Undang-Undang RI nomor 38 tahun 2014 Tentang Keperawatan

Tindakan keperawatan di RSAB Harapan Kita

Perawatan stoma