Rsabhk.co.id, Jakarta. Dengan bisa mencukupi kebutuhan gizi anak tentu juga akan bisa mengoptimalkan tumbuh kembang yang terjadi pada anak-anak. Namun perlu kita sadari bahwa ada beragam permasalahan gizi yang tentunya juga masih menjadi permasalahan di Indonesia saat ini untuk bisa sama-sama kita hadapi sehingga bisa menciptakan generasi Indonesia yang unggul dan berdaya saing.
Penyebab permasalahan gizi umumnya kondisi ini dapat dimulai ketika bayi atau masih berada di dalam kandungan. Tidak hanya sampai di situ saja, setelah bayi lahir pun pemenuhan gizi untuk anak masih perlu diperhatikan setidaknya sampai ia berusia 2 tahun.
Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan RI, ada tiga aspek yang menjadi penyebab permasalahan gizi antara lain aspek terhadap makanan, pola asuh dan pelayanan kesehatan. Permasalahan gizi yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu yang cukup lama tentunya juga bisa mengakibatkan pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi.
Menurut penjelasan Dr. dr. Tinuk A. Meilany, Sp.A(K) dalam siaran live dengan radio kesehatan, Kamis (27/1/2022) “Di Indonesia, umumnya anak-anak makan 3 kali sehari, sedangkan pada anak diatas usia 5 tahun terkadang minum susu 1 sampai 2 kali sehari dan ditambah snack time. Apabila semua jadwal dilaksanakan pada tempatnya masing-masing akan aman, namun apabila anak-anak selalu makan snack, akibatnya nutrisi yang diperoleh tidak lengkap karena kebanyakan berisi karbohidrat dan menjadi kurang vitamin. Hal tersebut yang menyebabkan masalah gizi atau akibatnya nanti anak-anak menderita kekurangan gizi mikro, misalnya kekurangan zat besi atau kekurangan protein. Namun apabila terlalu berlebihan snack berat, bisa menyebabkan obesitas pada anak”.
Gizi buruk merupakan penyakit gizi dimana dia menduduki kekurangan gizi yang paling rendah, sedangkan stunting merupakan akibat jangka panjang status gizi yang tidak diperbaiki yang mengakibatkan anak tersebut menjadi pendek. Pada anak-anak yang mengalami kekurangan gizi akan ada berbagai tanda-tanda yang muncul, antara lain nafsu makan rendah, kehilangan lemak, kulit dan rambut kering bahkan rambut mudah sekali rontok, kulit wajahnya tirus dan terlihat sedih (tidak seperti anak-anak ceria pada umumnya) serta rentan penurunan imunitas tubuh. Jangka panjang apabila tidak diperbaiki akibatnya anak mengalami gagal tumbuh (perawakan menjadi pendek) dan lama-kelamaan menjadi sering mengalami sakit dan tumbuh kembangnya juga terganggu. Selain itu, anak bahkan bisa mengalami kesulitan belajar ketika kebutuhan gizinya tidak terpenuhi. Ada perbedaan yang khas yang sama-sama kita cermati agar anak-anak terhindar dari potensi gizi kurang atau gizi buruk atau mungkin stunting “papar dr. Tinuk”.
Faktor genetik memang mempengaruhi tinggi badan seseorang, namun anak juga mempunyai sisi potensi untuk tinggi genetik. Selain itu, ada faktor lain yang sangat kuat mempengaruhi yaitu nutrisi, hormon, lingkungan dan aktivitas fisik. Ini penting agar kita tetap berusaha untuk memperbaiki asupan nutrisi anak-anak kita.
“Penanganan yang dilakukan untuk mendapatkan status gizi yang baik antara lain mengatur pola makan dan jumlah asupan, pemberian kualitas makanan, pemberian nutrisi yang tepat serta melakukan pemeriksaan fisik. Apabila anak yang kurang asupan makanan, maka diberi edukasi kepada orang tua bahwa anak yang kekurangan asupan, terapinya diberi asupan (pola makan yang teratur dan terus menerus) bukan pemberian vitamin” tutur dr. Tinuk.
Narasumber: Dr. dr. Tinuk A. Meilany, Sp.A(K) – RSAB Harapan Kita
**
Berita ini disiarkan oleh Kelompok Substansi Hukum, Organisasi dan Humas RSAB Harapan Kita. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi nomor hotline Contact Center melalui nomor hotline 021-3973-1255, SMS 0819-0417-4444, faksimili (021) 567-3832, dan alamat email info[at]rsabhk[dot]co[dot]id