Rsabhk.co.id. Tuberkulosis yang juga dikenal dengan TB adalah penyakit paru-paru akibat kuman Mycobacterium tuberculosis. Penamaan “tuberculosis” pertama kali diciptakan oleh Johnson Schonlein pada tahun 1834 dan didirikan. Penularan penyakit TB bisa melalui percik renik (droplet) dari penderita yang mengandung bakteri TBC dan tidak diobati. Penyakit TBC masih banyak ditemukan, sekurang-kurangnya 500.000 anak menderita TBC setiap tahun di dunia. Di Indonesia, angka kasus penyakit TBC masih tergolong tinggi dari tahun ke tahun dan Indonesia mendapat peringkat kedua setelah India.
Beberapa gejala penyakit TBC pada anak antara lain nafsu makan menurun, BB turun dan tidak naik atau naik namun tidak sesuai grafik tumbuh, gagal tumbuh, demam tidak tinggi yang kronik atau berulang dengan penyebab yang tidak jelas, anak tidak aktif (lemas, letih, malaise kronik), batuk kronik selama kurang lebih 2 minggu, dan riwayat kontak dengan pasien TBC dewasa yang infeksius (dahak mengandung kuman BTA positif).
dr. Rifan Fauzie, Sp.A(K), dalam webinar awam dalam rangka Hari Tuberkulosis Sedunia, Minggu, (28/03/2021) menjelaskan penularan TBC bisa dengan kuman TB terhirup oleh orang lain melalui saluran pernafasan menuju paru-paru dan dapat menyebar ke bagian tubuh lainnya dan kuman TB keluar ke udara pada saat penderita TB batuk, bersin atau berbicara. Apabila daya tahan tubuh lemah, orang tersebut menjadi sakit TB dan apabila daya tahan tubuh kuat, orang tersebut akan tetap sehat.
Cara diagnosis TBC pada anak yaitu dengan melihat gejala penyakit yang dicurigai ke arah TBC, melakukan pemeriksaan fisis yang sesuai dengan gejala TBC seperti status gizi (gizi kurang, gizi buruk, gagal tumbuh), demam lama lebih dari 2 minggu, pembesaran kelenjar getah bening regional, pembengkakan sendi atau tulang, melakukan uji tuberculin (mantaouxtest) seperti penyuntikan protein tuberculin di bawah kulit, dibaca reaksi kulit dalam 48-72 jam, penilaian diameter penebalan kulit/indurasi, melakukan tes darah IGRA (Inteferon Gamma Releasing Assay), melakukan Tes Cepat Molekular (TMC) dan foto rontgen paru.
Pengobatan yang dilakukan untuk penderita TBC adalah dengan terapi jangka panjang dengan lama antara 6-12 bulan tergantung derajat penyakit, TBC ringan akan diberikan obat selama 6 bulan sedangkan TBC dengan kerusakan paru yang luas diberikan selama 9-12 bulan, dan pasien akan diberikan 3 atau 4 macam obat. Terapi bisa dilakukan melalui pemberian obat yang diberikan setiap bulan dan tidak boleh terputus karena apabila teputus akan berdampak kuman TBC menjadi kebal dan hanya dokter yang dapat menentukan penghentian pemberian obat.
Beberapa efek samping yang dapat terjadi pada saat pemberian obat yaitu mual, nyeri perut, kuning, gemeteran/tremor, hipersensitivitas, gangguan penglihatan/pendengaran, cairan tubuh berwarna oranye (urin), namun tidak semua efek samping dapat terjadi.
Gejala TBC seringkali mirip dengan gejala penyakit kronis lain, segera kenali gejala TBC pada anak dan segera bawa ke dokter untuk memastikan karena penyakit TBC dapat disembuhkan apablia berobat dengan teratur. Apabila anak didiagnosis menderita TBC oleh dokter, maka harus dicari sumber penularan dalam keluarga dan kemungkinan ada anak lain yang menderita TBC.
Pencegahan penyakit TBC yaitu dengan pemberian vaksin BCG pada anak dapat memberikan kekebalan tehadap bakteri penyebab TBC, usahakanuntuk melakukan olahraga setiap hari, mengkonsumsi makanan bergizi, jangan meludah atau membuang dahak sembarangan, hindari kontak langsung dengan penderita TBC serta menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat.
Narasumber: dr. Rifan Fauzie, Sp.A(K) – RSAB Harapan Kita
**
Berita ini disiarkan oleh Bagian Hukum, Organisasi dan Humas RSAB Harapan Kita. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi nomor hotline Contact Center melalui nomor hotline 021-3973-1255, SMS 0819-0417-4444, faksimili (021) 567-3832, dan alamat email info[at]rsabhk[dot]co[dot]id