preloader
Kekhawatiran Tentang Cacar Monyet

Kekhawatiran Tentang Cacar Monyet

Rsabhk.co.id, Jakarta. Seperti yang sudah kita ketahui di pertengahan bulan Mei 2022 WHO (World Health Organization) melaporkan adanya kasus cacar monyet atau biasa disebut monkeypox. Adanya kasus tersebut diawali saat warga Inggris yang melakukan perjalanan dari Afrika. Monkeypox adalah penyakit langka akibat infeksi virus monkeypox yang ditularkan melalui binatang.

Cacar monyet disebabkan oleh virus monkeypox, yaitu virus yang termasuk dalam kelompok Orthopoxvirus. Virus ini awalnya menular dari hewan ke manusia melalui cakaran atau gigitan hewan, seperti tupai, monyet atau tikus yang terinfeksi virus monkeypox. Cacar monyet menyebar antarmanusia melalui percikan liur yang masuk melalui mata, mulut, hidung, atau luka di kulit. Penularan juga bisa terjadi melalui benda yang terkontaminasi, seperti pakaian penderita. Namun, penularan antarmanusia membutuhkan kontak yang lama.

Monkeypox sendiri bukan merupakan penyakit baru, pada tahun 1958 pertama kali ditemukan kasus monkeypox pada koloni kera penelitian. Berdasarkan laporan CDC/Centers for Disease Control and Prevention, update 13 Juni 2022, saat ini angka kasus konfirmasi sebanyak 1678 dari 35 negara. Meskipun hingga saat ini belum muncul laporan kasus di Indonesia, namun sebaiknya kita tetap waspada. Sebab penyakit ini dikategorikan berbahaya dan mudah menular melalui percikan droplet.

Meskipun dapat ditularkan melalui droplet/aerogen, namun penularan masih belum diketahui dengan pasti. Saat ini di USA melalui CDC/Centers for Disease Control and Prevention merekomendasikan travel warning dari level 1 (satu) meningkat menjadi level 2 (dua), artinya dimana cacar monyet ini adalah penyakit ke-2 (dua) yang harus diwaspadai setelah Covid-19.

Dikutip dari siaran live IG dengan nakita.id, Selasa (14/6/2022), dr. Nanny Shoraya, Sp.KK, FINSDV, FAADV menjelaskan gejala yang dialami penderita cacar monyet yaitu antara lain masa inkubasi berlangsung 6 sampai dengan 21 (dua puluh satu) hari, terdapat 2 (dua) fase yaitu prodromal dan fase erupsi. Pada fase prodromal dapat berlangsung selama 5 (lima) hari, dengan gejala seperti demam, sakit kepala, lemas, nyeri punggung/otot, pembesaran kelenjar getah bening yang ditandai dengan benjolan di leher, ketiak, atau selangkangan. Pada fase erupsi muncul 3 (tiga) hari setelah demam, terjadi ruam kulit awal berupa bercak kemerahan pada area wajah lalu menyebar ke bagian telapak, selaput mulut, selaput mata dan area alat kelamin. Ruam/bercak kemerahan yang terbentuk biasanya diawali dengan bintik-bintik hingga berubah menjadi vesikel atau lenting, yaitu lepuhan kulit yang berisi cairan. Dalam waktu beberapa hari, ruam akan berubah mengering membentuk kerak (keropeng) di kulit.

Perkembangan ruam mulai dari bintik hingga menjadi keropeng di kulit umumnya terjadi dalam waktu kurang lebih 10 hari. Butuh waktu sekitar tiga minggu hingga seluruh keropeng pada kulit tubuh bisa mengelupas dengan sendirinya. Dan apabila sudah tidak ada lenting baru itu merupakan salah satu petanda sudah tidak menularkan.

“Secara umum populasi yang lebih rentan terkena infeksi baik bakteri/virus atau cenderung menjadi lebih berat gejalanya yaitu diantaranya populasi anak-anak terutama usia dibawah 8 (delapan) tahun, seseorang dengan imunokompromais (daya tahan tubuh rendah), seseorang dengan penyakit keganasan, seseorang yang sedang mendapat terapi obat-obatan serta wanita hamil” papar dr. Nanny.

Hingga saat ini belum ada obat yang spesifik bisa mengatasi infeksi virus penyebab cacar monyet. Meski belum ada pengobatan khusus, penyakit ini dapat ditangani dengan mencoba mengendalikan gejala-gejala yang muncul melalui perawatan yang bersifat suportif dan pengobatan melalui antivirus. Selama mengalami gejala, dianjurkan untuk memperbanyak waktu istirahat serta mencukupi kebutuhan cairan dan nutrisi. Selain itu juga diharuskan melakukan karantina diri dengan berdiam di rumah dan melakukan pembatasan kontak sosial dengan orang-orang di lingkungan sekitar. Pada kasus gejala yang parah, penderita dianjurkan untuk menjalani rawat inap di rumah sakit untuk mendapatkan pengobatan intensif.

Narasumber: dr. Nanny Shoraya, Sp.KK, FINSDV, FAADV – RSAB Harapan Kita

**

Berita ini disiarkan oleh Kelompok Substansi Hukum, Organisasi dan Humas RSAB Harapan Kita. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi nomor hotline Contact Center melalui nomor hotline 021-3973-1255, SMS 0819-0417-4444, faksimili (021) 567-3832, dan alamat email info[at]rsabhk[dot]co[dot]id

Terwujudnya pelayanan kesehatan Ibu dan Anak yang aman dan berkualitas dengan pelayanan unggulan Birth Defect Integrated Center (BIDIC), Perinatal Terpadu dan Rujukan, dan Teknologi Reproduksi Berbantu melalui kerjasama tim, jejaring, dan sistem rujukan serta terselenggaranya pendidikan, pelatihan, dan penelitian yang terintegrasi dengan aktivitas pelayanan